TUGAS KELOMPOK
PROFESI
KEPENDIDIKAN
KARAKTERISTIK
DAN SYARAT PROFESI
Sebagai Salah
Satu Syarat Utuk Mengikuti Mata Kuliah Profesi Kependidikan
Pengampu: Prof.
Dr. H. Juhri AM., M.Pd.
Disusun
Oleh:
NAMA
1.
Eka Apriyanti
2.
Elyanti Fadillah
3.
Erliana Miftahun N.
4.
Imam Bahari
5.
Pendri Supratmanto (MTK)
|
|
NPM
10341072
10341076
10341078
06340013
10311643
|
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH METRO
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PRODY PENDIDIKAN
BAHASA INGGRIS
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Profesi adalah pekerjaan
yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan
khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi,
kode etik,
serta proses sertifikasi
dan lisensi
yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum,
kedokteran,
keuangan,
militer,
teknikdan desainer.
Seseorang
yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional.
Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang
menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir.
Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju
yang dilakukannya, sementara olahraga tinju
sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
Secara emplisit sesungguhnya telah tersimpul beberapa ciri pokok yang
membedakan suatu jenis pekerjaan yang telah dapat diidentifikasi sebagai suatu
profesi dari jenis kategori pekerjaan lainnanya. Tiada keseragaman kesimpulan
hasil kajian para pakar tersebut mengenai perangkat karekteristik keprofesian
tersebut.
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan praktis penulisan makalah ini secara formal adalah:
a.
Untuk
melatih mahasiswa dalam membuat makalah.
b.
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti mata kuliah
profesi kependidikan.
2.
Tujuan teoritis dari penulisan akalh ini yaitu sebagai
berikut:
Untuk mengetahui karakteristik dan syarat-syarat seorang profesi agar
menjadi seorang yang professional.
C. Sistematika
Penulisan
HALAMAN JUDUL
HALAMAN IDENTITAS
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN, Berisi :
A.
Latar Belakang
B.
Tujuan Penulisan
C.
Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN, Berisi :
A.
Pengantar
B.
Karakteristik Profesi, berisi:
1. A unique, denifite, and essential servise (Khas, Nyata, Dan,
Pelayanannya Penting)
2. An
emphasis upon intellektual technique in performing ist service (memerlukan Kemampuan
Intelektual Dalam Melaksanakan Tugasnya)
3. A long
period of specialized training (Memerlukan Pelatihan Yang Sangat Lama)
4. A broat
range of autonomy for both the individual praktitioners ad the occupational
group as a whole (Profesinya Sudah Di Akui Oleh Kelompok Yang Bersangkutan)
5. An
acceptance by the practitioners of broad personal responsibility for judgments
made and act performed within the scope of professional autonomy (Pelaksana Praktisi
Professional Harus Bertanggung Jawab Terhadap Tindakannya )
6. An
emphasis upon the service to be rendered, rather than the economic gain to the
practitioners, as the basis for the organization and performance of the social
service delegated to the occupational group (Pelayanan Yang Di Berikan
Seorang Professional Harus Mementingkan Pelayanan)
7. A conpehensive
self-gouverning organization of practitioners (Masyarakat Mengakui Organisasi
Pelaksana Profesi)
8. A code of
ethics which has been clarified and interpreted at ambiguous and doubtful
points by concrete cases (Pelaksana Profesi Haruslah Memengang Teguh Kode
Etiknya)
C.
Syarat – Syarat Profesi
D.
Ciri – Ciri dan Syarat – Syarat Profesi
guru, berisi:
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2.
Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama (bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
4. Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yangberkesinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
6.
Jabatan yang menentukan baku (standar) sendiri.
7.
Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
BAB III TANGGAPAN
KELOMPOK
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
PEMBAHASAN
KRAKTERISTIK DAN SYARAT PROFESI
A.
Pengantar
Secara emplisit sesungguhnya telah tersimpul beberapa
ciri pokok yang membedakan suatu jenis pekerjaan yang telah dapat
diidentifikasi sebagai suatu profesi dari jenis kategori pekerjaan lainnya.
Telah sejak lama permasalahan karekteristik keprofesian tersebut menjadi
perhatian dan fokus telaahan banyak pakar yang meminatinya. Tiada keseragaman
kesimpulan hasil kajian para pakar tersebut mengenai perangkat karekteristik
keprofesian tersebut.
B. Karakteristik
Profesi
Profesi adalah pekerjaan, namun
tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri
yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Lieberman (1956), mengemukakan
bahwa karakteristik profesi kalau dicermati secara seksama ternyata terdapat
titik-titik persamaanya. Diantara pokok-pokok persamaannya itu ialah sebagai
berikut:
1.
A unique, denifite, and essential servise
Profesi itu merupakan suatu jenis
pelayanan atau pekerjaan yang unik (khas), dalam arti berbeda dari jenis
pekerjaan atau pelayanan apapun yang lainnya. Disamping itu, profesi juga
bersifat definitif dalam arti jelas batas-batas kawasan cakupan bidang
garapannya (meskipun mungkin sampai batas dan derajat tertentu ada
kontingensinya dengan bidang lainnya). Selanjutnya, profesi juga merupakan
suatu pekerjaan atau pelayanan yang sangat penting, dalam arti hal itu amat
dibutuhkan oleh pihak penerima jasa sementara pihaknya sendiri tidak memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan untuk melakukannya sendiri.
2.
An emphasis upon intellektual technique in performing
ist service
Pelayanan itu amat menuntut kemampuan
kinerja intellektual, yang berlainan dengan keterampilan atau pekerjaan manual
semata-mata. Benar, kemampuan profesi juga terkadang mempergunakan peralatan
manual dalam praktek pelayanannya, seperti seorang dokter bedah misalnya
menggunakan pisau operasi, namun proses penggunaannya dibimbing oleh suatu
teori dan wawasan intelektual.
3.
A long period of specialized training
Perolehan penguasaan dan pengetahuan
intelektual (wawasan atau visi dan kemampuan atau kompetensi serta kemahiran
atau skills) serta sikap profesional tersebut, seseorang akan memerlukan waktu
yang sangat lama. Untuk mencapai kualifikasi keprofesian sempurna lazimnya
tidak kurang dari lima tahun lamanya, ditambah dengan pengalaman praktek
terbimbing hingga tercapainya suatu tingkat kemandirian secara penuh dalam
menjalankan profesinya. Pendidikan keprosian termaksud lazimnya dilaksanakan
pada jenjang pendidikan tinggi, dengan proses pemagangannya sampai batas waktu
tertentu dalam bimbingan para seniornya.
4.
A broat range of autonomy for both the individual
praktitioners ad the occupational group as a whole
Kinerja pelayanan itu demikian
cermat secara teknis sehingga kelompok (asosiasi) profesi yang bersangkutan
sudah memberikan
jaminan bahwa anggotanya dipandang mampu untuk melakukannya sendiri tugas
pelayanan tersebut, apa yang seyogyanya dilakukan dan bagaimana menjalankannya,
siapa yang seyogyanya meberikan izin dan lisensi untuk melaksanakan kinerja
itu. Individu-individu dalam kerangka kelomok asosiasinya pada dasarnya
relatif bebas dari pengawasan, dan secara langsung mereka menangani prakteknya.
Dalam hal menjumpai sesuatu kasus yang berbeda diluar kemampuannya, mereka
membuat rujukan (referral) kepada orang lain dipandang lebih berwenang, atau
membawanya kedalam suatu panel atau konferensi kasus ( case converense).
5.
An acceptance by the practitioners of broad personal
responsibility for judgments made and act performed within the scope of
professional autonomy
Konsekuensi dari otonomi yang
dilimpahkan kedapa seorang tenaga praktisi profesional itu, maka berarti pula
ia memikul tanggung jawab pribadinya harus secara penuh. Apapun yang terjadi,
seperti dokter keliru melakukan diagnosis atau memberikan perlakuan terhadap
pasiennya atau seorang guru yang keliru menangani permasalahan siswanya, maka
kesemuanya itu harus dipertanggungjawabkannya, serta tidak selayaknya
mnudingkan atau melemparkan kekeliruannya kepada pihak lain.
6.
An emphasis upon the service to be rendered, rather
than the economic gain to the practitioners, as the basis for the organization
and performance of the social service delegated to the occupational group
Mengingat pelayanan profesional itu
merupakan hal yang amat esensial (dipandang dari pihak masyarakat yang
memerlukannya) maka hendaknya kinerja pelayanan tersebut lebih mengutamakan
kepentingan pelayanan pemenuhan kebutuhan tersebut, ketimbang untuk
kepentingan perolehan imbalan ekonomis yang akan diterimanya. Hal itu bukan
berarti pelayanan profesional tidak boleh memperoleh imbalan yang selayaknya.
Bahkan seandainya kondisi dan situasi menuntut atsu memanggilnya, seorang
profesional itu hendaknya bersedia memberikan pelayanan tanpa imbalan
sekalipun.
7. A
conpehensive self-gouverning organization of practitioner
Mengingat pelayanan itu sangat
teknis sifatnya, maka masyarakat menyadari bahwa pelayanan semacam itu hanya
mungkin dilakukan penanganannya oleh mereka yang kompeten saja. Karena
masyarakat awam yang kompeten yang bersangkutan, makakelompok(asosiasi) para
praktisi itu sendiri satu-satunya institusi yang seyogyanya menjalankan peranan
yang ekstra, dalam arti menjadi polisi atau dirinya sendiri, iyalah mengadaksn
pengendalian atas anggotanya mulai saat penerimaannya dan memberikan sanksinya
bilamana diperlukan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran terhadap kode
etikanya.
8.
A code of ethics which has been clarified and interpreted
at ambiguous and doubtful points by concrete cases
Otonomi yang
dimiliki dan dinikmati oleh organisasi profesi dengan para anggotanya
seyogyanya disertai kesadaran dan iktikad yang tulus baik pada organisasi
maupun pada individual anggotanya untuk memonitor perilakunya sendiri.
Mengingat organisasi dan sekaligus juga anggotanya harus menjadi polisi atas
dirinya sendiri maka hendaknya mereka bertindak sesuai dengan kewajiban dan
tuntunan moralnya baik terhadapklien maupun masyarakatnya. Atas dasar itu,
adanya suatu perangkat kode etika yang telah disepakati bersama oleh yang
bersangkutan seyogyanya membimbing hati nuraninya dan mempedomani segala
tingkah lakunya.
Dari keterangan
tersebut, maka pada intinya bahwa sesuatu pekerjaan itu dapat dipandang sebagai
suatu profesi apabila minimal telah memadai hal – hal sebagai berikut.
1.
Memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan
atau layanan khas, definitif dan sangat penting dan dibutuhkan masyarakat.
2.
Para pengemban tugas pekerjaan atau
pelayanan tersebut telah memiliki wawasan, pemahaman dan penguasaan pengetahuan
serta perangkat teoritisyang relevan secara las dan mendalam; menguasai
perangkat kemahiran teknis kinerja pelayanan memadai persyaratan standarnya;
memiliukiu sikap profesi dan semangat pengabdian yang positif dan tinggi; serta
kepribadian yang mantap dan mandiri dalam menunaikan tugas yang diembannya
dengan selalu mempedomani dan mengindahkankode etika yang digariskan institusi
(organisasi) profesinya.
3.
Memiliki sistem pendidikan yang mantap
dan mapan berdasarkan ketentuan persyaratan standarnya bagi penyiapan
(preservice) maupun pengembangan (inservice, continuing, development) tenaga
pengemban tugas pekerjaan profesional yang bersangkutan; ang lazimnya
diselenggarakan pada jenjangpendidikan tinggi berikut lembaga lain dan
organisas profesinya yang bersangkutan.
4.
Memiliki perangkat kode etik profesional
yang telah disepakati dan selalu dipatuhi serta dipedomani para anggota
pengemban tugas pekerjaan atau pelayanan profesional yang bersangkutan. Kode
etik profesional dikembangkan, ditetapkan dan diberdayakan kefektivannya oleh
organisasi profesi yang bersangkutan.
5.
Memiliki organisasi profesi yang
menghimpun, membina dan mengembangkan kemampuan profesional, melindungi
kepentingan profesional serta memajukan kesejahteraan angotanya dengan
senantiasa mengindahkan kode etikanya dan ketentuan orgaisasinya.
6.
Memiliki jurnal dan sarana publikasi
profesional lainnya yang menyajikan berbagai karya penelitian dan kegiatan
ilmiah sebagai media pembinaan dan pengembangan para anggtanya serta pengabdian
kepada masyarakat dan khazanah ilmu pengetahuan yang menopang profesinya.
7.
Memperoleh pengakuan dan penghargaan
yang selayaknya baik secara sosial (dari masyarakat) dan secara legal (dari
pemerintah yang bersangkutan atas keberadaan dan kemanfaatan profesi tersebut).
Ornstein
dan Levine (Soetjipto dan Kosasi, 2004: 15) menyatakan bahwa profesi itu adalah
jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini.
1.
Melayani masyarakat, merupakan karier
yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti – ganti pekerjaan).
2.
Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan
tertentu diluar khalayak ramai.
3.
Menggunakan hasil penelitian dan
aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
4.
Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu
yang panjang.
5.
Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau
mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin
tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
6.
Otonomi dalam membuat keputusan tentang
ruang lingkup kerja tertentu ( tidak diatur oleh orang lain).
7.
Menerima tanggung jawab terhadap
keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang dihubungkan dengan
layanan yang diberian (langsung bertanggungjawab atas apa yang diputuskannya,
tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai
sekumpulan unjuk kerja yang baku.
8.
Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan
klien, dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
9.
Mempunyai administrator untuk memudahkan
profesinya, relatif bebas dari supervsi dalam jabatan.
10. Mempunyai
organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
11. Mempunyai
asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui
keberhasilan anggotanya.
12. Mempunyai
kode etik untuk menjelaskan hal – hal yang meragukan atau meyangsikan yang
berhubungan dengan layanan yang diberikan.
13. Mempunyai
kepercayaan yang tingi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya.
14. Mempunyai
status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan lain).
C. Syarat-Syarat Profesi
Robert W. Richey
(Arikunto, 1990:235) mengemukakan ciri – ciri dan syarat – syarat profesi
sebagai berikut.
1.
Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan
yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
2.
Seorang pekerja profesional, secara
aktif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep – konsep serta
prinsip – prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
3.
Memiliki kualifikasi tertentu untuk
memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan
jabatan.
4.
Memiliki kode etik yang mengatur
keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
5.
Membutuhkan suatu kegiatan intelektual
yang tinggi.
6.
Adanya organisasi yang dapat
meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam profesi serta kesejahteraan
anggotanya.
7.
Memberikan kesempatan untuk kemajuan,
spesialisasi, dan kemandirian.
8.
Memandang profesi suatu karier hidup
(alive career) dan menjadi seorang anggota yang permanen.
D.
Ciri-Ciri dan Syarat-Syarat Profesi guru
Ciri-ciri dan syarat-syarat
di atas dapat digunakan sebagaikriteria atau tolak ukur keprofesionalan guru.
Selanjutnya kriteria ini akan berfungsi ganda, yaitu untuk:
1.
Mengukur sejauh mana guru-guru di
Indonesia telah memenuhi kriteria profesionalisasi.
2.
Dijadikan titik tujuan yang akan
mengarahkan segala upaa menuju profesionalisasi guru.
Pengembangan
profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan
Horsley (1998) bahwa ada empat standar pengembangan profesi guru yaitu:
1. Standar
pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains
memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif
dan metode-metode inquiri.;
2. Standar
pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan
pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa,
juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains;
3. Standar
pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains
memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang
masa.;
4. Standar
pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren
(berkaitan) dan terpadu.
Standar ini dimaksudkan untuk
menangkal kecenderungan kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan
tidak berkelanjutan.
Khusus untuk jabatan
guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National Education Association (NEA) yang menyarankan
criteria berikut.
1.
Jabatan
yang melibatkan kegiatan intelektual.
Jelas
sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya di
dominasi kegiatan intelektual . Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan
anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan
professional lainnya. Oleh karena itu mengajar seringkali disebut sebagai ibu
dari segala profesi ( Stinnett dan Huggett dalam Soetjipto dan Kosasi, 2004:
18).
2.
Jabatan
yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang
memisahkan anggota mereka dari orang awam, dan memungkinkan mereka mengadakan
pengawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang
ilmu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari
penyalahgunaan, amatiran, dan tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin
mencari keuntungan. Namun, belum ada kesepakatan dalam bidang ilmu khusus yang
melatari pendidikan (education) atau keguruan (teaching) (Ornstein and Levine,
dalam Soetjipto dan Kosasi, 2004: 19 ).
Terdapat
berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan edua ini. Mereka yang bergerak di bidang pendidikan menyatakan
bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat
penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya, ada yang
berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu kusus yang di
jabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah suatu
sains (science), sementara kesempatan kedua mengatakan bahwa mengajar adalah
suatu kiat (art). Namun, dalam karangan-karangan yang di tulis dalam
Encyclopedia of educational pesearch, misalnya terdapat bukti-bukti bahwa
pekerjaan mengajar telah secara intensif mengembangkan batan tubuh ilmu
khususnya. Sebaliknya masih ada juga yang berpendapat bahwa pendidikan sedang
dalam krisis identitas, batang tubuhnya tidak jelas, batas-batasnya kabur,
strukturnya sebagai a bodi of knowledge samar-samar (sanusi et al,
2004: 19).
Sementara itu ilmu
pengetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu pengetahuan alam, dan
bidang kesehatan dapat di bimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang
ekstensief dan menggunakan metodologi yang jelas. Ilmu yang terpakai dalam
dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji falidasinya dan yang di
setujui di sebagian besar ahlinya (Gideons dan Woodring, dalam Soetjipto dan
Kosasi, 2004: 20).
Sebagai
hasilnya, banyak orang khususnya orang awam, seperti juga dengan para ahlinya,
selalu berdebat dan berselisih, malahan kadang – kadang menimbulkan pembicaraan
yang negatif.
Hasil
lain dari bidang ilmu yang belum terdefinisi dengan baik ini adalah isi dari
kurikulum pendidikan guru berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya,
walaupun telah mulai disamakan dengan menentukan topik – topik inti yang wajib
ada dalam kurikulum.
Banyak
guru di sekolah menengah diperkirakan mengajar di luar bidang ilmu yang cocok
dengan ijazahnya; misalnya banyak guru matematika yang tidak mendapatkan mayor
dalam matematika sewaktu dia belajar pada lembaga pendidikan guru, ataupun
mereka tidak disiapkan untuk mengajar matematika. Masalah ini sangat menonjol
dalam bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam, walaupun sudah agak
berkurang dengan adanya persediaan guru yang cukup sekarang ini. Apakah guru
bidang ilmu pengetahuan tertentu juga ditentukan oleh baku pendidikan dan
pelatihannya? Sampai saat ini pendidikan guru banyak yang ditentukan “dari
atas”, ada yang waktu pendidikannya cukup dua tahun saja, ada yang perlu tiga
tahun atau harus empat tahun. Untuk
melangkah pada jabatan professional, guru harus mempunyai pengaruh cukup besar
dalam membuat keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru harus
mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan yang potensial untuk bekerja sama, dan
bukan di dikte dengan kelompok yang berkepentingan misalnya oleh lembaga
pendidikan guru.
3.
Jabatan
yang memerlukan persiapan professional yang lama (bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
Lagi–lagi
terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini yang membedakan jabatan professional dengan
nonprofessional antara lain adalah penyelesaian pendidikan melalui kurikulum,
yaitu ada yang di atur universitas/ institut atau melalui pengalaman praktek
dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah yang pertama, yakni
pendidikan melalui perguruan tinggi di sediakan untuk jabatan professional,
sedangkan yang ke dua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan
pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah di peruntukkan bagi jabatan yang
nonprofessional (Ornstein dan Levine,2004: 21). Tetapi jenis ke dua ini tidak ada lagi di
Indonesia.
Anggota kelompok guru dan yang berwenang didepartemen
pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan professional yang cukup
lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan
keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi yang terdiri dari pendidikan
umum, professional, dan khusus, sekurang-kurangnya 4 tahun bagi guru pengulang,
atau pendidikan persiapan professional di LPTK. Namun sampai sekarang di
Indonesia ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat
singkat, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi
persyaratan yang kita harapkan.
4.
Jabatan
yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang berkesinambungan.
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat
sebagai jabatan profesional, sebab hamper setiap tahun guru melakukan berbagai
kegiatan latihan professional, baik yang mendapat penghargaan kredit maupun
tanpa kredit. Malahan pada saat sekarang bermacam-macam
pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya
dengan kualifikasi yang telah ditetapkan.
5.
Jabatan
yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
Di luar negeri barang kali syarat jabatan guru sebagai
karir permanen merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa menagajar
adalah jabatan profesional. Banyak guru baru yang pindah kerja kebidang lain,
yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Di Indonesia
kelihatannya tidak begitu banyak guru yang pindah kebidang lain walaupun bukan
berarti pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi.
Alasannya munkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak
sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di
Indonesia.
6.
Jabatan
yang menentukan baku (standar) sendiri.
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak,
maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi
sndiri, terutama di Negara kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak di atur
oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut
seperti yayasan pendidikan swasta.
Sementara
kebanyakan jabatan mempunyai patokan dan persyaratan yang seragam untuk
meyakinkan kemampuan minimum yang harus dilakukan, tidak demikian halnya dengan
jabatan guru. Dari pengalaman beberapa tahun terakhir penerimaan calon
mahasiswa yang masuk ke lembaga pendidikan guru nantinya, karena bagaimanapun juga
mutu lulusan akan sangat dipengaruhi oleh mutu masukan atau bahan bakunya,
dalam hal ini mutu calon mahasiswa lembaga pendidikan guru.
Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok
di anggap sanggup untuk membuat keputusan professional berhubungan dengan iklim
kerjanya. Para professional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah
kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang
efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang
berhubungan dengan langganan (kliennya). Sebetulnya pengawasan luar adalah
musuh alam dari profesi karena membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu
terhadap pengaruh luar.
Dokter
dan pengacara misalnya, menyediakan layanan untuk masyarakat, sementara
kliennya membayar untuk itu namun tak seorang pun mengharap bahwa orang banyak
atau klien akan menulis resep ataupun yang menulis kontrak. Bila klien ikut
mempengaruhi keputusan dari praktek dokter atau pengacara, maka hubungan
profesional-klien berakhir. Ini pada hakikatnya berarti mempertahankan klien
dari mangsa ketidaktahuannya, disamping juga menjaga profesi dari penilaian
yang tidak rasional dari klien atau khalayak ramai. Para profesional harus
mempunyai pengetahuan dan kecakapan dalam membuat penilaian, sebaliknya tidak
demikian dengan klien.
Bagaimana
dengan guru? Guru sebagaimana sudah diutarakan di atas, sebaliknya membolehkan
orang tua, kepala sekolah, pejabat kantor wilayah atau anggota masyarakat
mengatakan apa yang harus dilakukan mereka. Otonomi professional tidak berarti bahwa tidak ada
sama sekali control terhadap professional sebaliknya, ini berarti bahwa control
yang memerlukan kompetensi teknis hanya dapat di lakukan oleh orang-orang yang
mempunyai kemampuan professional dalam hal itu.
7.
Jabatan
yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai
sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat
berperan mempengaruhi kehhidupan yang lebih baik dari warga Negara masa depan.
Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai
suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membanu orang
lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan.
Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh
mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau
lahiriah. Namun tidak berarti bahwa guru harus dibayar lebih rendah tetapi juga
jangan mengharapkan akan cepat kaya bila memilih jabatan guru. Oleh sebab itu , tidak perlu diragukan lagi bahwa
persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik.
8.
Jabatan
yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Semua profesi yang di kenal mempunyai organisasi
professional yang kuat untuk dapat menadahi tujuan bersama dan melindungi
anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan guru telah memenuhi kreteria ini dan
dalam hal lain belum di capai. Di Indonesia telah ada persatuan guru republic
Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai
dari guru taman kanak–kanak sampai guru sekolah lanjutan tingkat atas dan ada pula ikatan sarjana pendidikan Indonesia
(ISPI)
yang mewadahi seluruh sarjana pendidikan. Di samping itu, juga telah ada
kelompok guru mata pelajaran sejenis, baik pada tingkat daerah maupun tingkat
nasional, namun belum terkait secara baik dengan PGRI. Harus dicarikan usaha
yang sungguh – sungguh agar kelompok – kelompok guru mata pelajaran sejenis itu
tidak dihilangkan, tetapi dirangkul ke dalam pangkuan PGRI sehingga merupakan
jalinan yang amat rapi dari suatu profesi yang baik.
Berdasakan analisis ini tampaknya jabatan guru belum
sepenuhnya dapat di ketegorikan sebagai suatu profesi yang utuh, dan bahkan
banyak orong sependapat bahwa guru hanya jabatan semiprofessional atau profesi
yang baru muncul karena belum semua cirri-ciri di atas yang dapat di penuhi. Robert B. Howsan et al. (1976) menulis bahwa guru
harus di lihat sebagai profesi yang baru muncul dank arena itu mempunyai status
yang lebih tinggi dari jabatan semiprofessional, malahan mendekati status
jabatan profesi penuh. Oleh sebab itu, dapat dikatakan jabatan guru sebagian
tapi bukkan seluruhnya, adalah jabatan professional, namun sedang bergerak
kearah itu. Di Indonesia dapat merasakan jalan kearah itu mulai di tapaki.
Selain itu juga guru di beri penghargaan oleh pemerintah melalui keputusan
Menpan no.26 tahun 1989 denagn memberikan tunjangan fungsional sebagai
pengajar, dan dengan kemungkinan kenaikan pangkat yang terbuka.
BAB III
TANGGAPAN KELOMPOK
Dalam sebuah profesi kependidikan, guru harus
bertindak mengajak siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Ini karena
profesi seorang guru ditekankan untuk lebih profesional. Sehingga kemampuan
mengajar guru tidak lagi diragukan dan ini akan membentuk peserta didik yang
berkualitas.
Kita sebagai calon pendidik atau guru, yang mana dapat
diartikan bahwa guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan
pendidikan menengah. Guru juga merupakan
sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada pekerjaan atau
jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi
tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan
untuk itu. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocational), yang
kemudian berkembang makin matang serta ditunjang oleh tiga hal: keahlian,
komitmen, dan keterampilan, yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di
tengahnya terletak profesionalisme. Menyadari akan profesi merupakan
wujud eksistensi guru sebagai komponen yang bertanggung jawab dalam
keberhasilan pendidikan maka menjadi satu tuntutan bahwa guru harus sadar
akan peran dan fungsinya sebagai pendidik.
BAB IV
KESIMPULAN
kesadaran
umum akan besarnya tanggung jawab seorang guru serta berbagai pandangan
masyarakat terhadap peranannya telah mendorong para tokoh dan ahli pendidikan
untuk merumuskan ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan kualifikasi yang
seharusnya dipenuhi oleh guru, sebagai pengajar guru mempunyai tugas
menyelenggarakan proses belajar-mengajar tugas yang mengisi porsi terbesar dari
profesi keguruan ini pada garis besarnya meliputi minimal empat pokok, yaitu :
1.
Menguasai bahan pengajaran
2.
Merencanakan program belajar
mengajar
3.
Melaksanakan, memimpin dan mengelola proses
belajar-mengajar serta,
4.
Menilai dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar
Jabatan guru merupakan jabatan Profesional, dan
sebagai jabatan profesional, pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu.
Kriteria jabatan profesional antara lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan
intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan lama
untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan,
merupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan baku
perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional, dan
mempunyai kode etik yang di taati oleh anggotanya.
Jabatan guru belum dapat memenuhi secara maksimal
persyaratan itu, namun perkembangannya di tanah air menunjukkan arah untuk
terpenuhinya persyaratan tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung kepada
niat, perilaku dan komitmen dari guru sendiri dan organisasi yang berhubungan
dengan itu, selain juga, oleh kebijaksanaan pemerintah.
DAFTAR
PUSTAKA
Udin Syaruddin Saud. 2009. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar